Religi - Saudaraku, Dikisahkan, ada dua malaikat berjumpa saat turun dari langit. Terjadilah percakapan di antara keduanya,
“Aku berada di dunia karena menjalankan sebuah perintah yang mengherankan. Allah Azza wa Jalla memerintahkanku untuk menumpahkan segelas minuman yang sangat diinginkan oleh salah seorang wali Allah yang sedang sakit parah dan sekarat menjelang kematian. Padahal dia bertahun-tahun beribadah kepada-Nya. Aku meninggalkan dirinya sedang dia meninggal tanpa berhasil mereguk nikmatnya minuman yang sangat diinginkannya.”
Malaikat yang satunya berkata,
“Aku di dunia diperintahkan untuk menjalankan misi kebalikan dari yang diperintahkan kepadamu. Ada orang kafir yang sangat menginginkan menyantap satu jenis ikan. Padahal ikan itu hanya hidup di laut yang antara orang kafir dengan laut tempat ikan tersebut berada dipisahkan tujuh samudera. Allah memerintahkanku untuk membawa ikan tersebut dari laut tempat asalnya untuk kemudian aku masukkan ke dalam jaring seorang nelayan yang akan menyerahkannya kepada orang kafir itu. Orang kafir tersebut telah mengumumkan kepada para nelayan, barang siapa yang bisa membawa ikan dengan ciri yang dia sebut akan menggantinya dengan uang melimpah. Akhirnya aku bawa ikan tersebut dan aku letakkan di jaring seorang nelayan, yang menyerahkannya kepada orang kafir itu.”
Kemudian turun seorang malaikat lagi dari langit. Dia berkata kepada dua malaikat yang sedang bercakap-cakap,
“Tidak perlu kalian heran! Allah memerintahkanku untuk menjelaskan kisah dua orang manusia yang kalian datangi. Wali Allah itu telah melakukan satu maksiat. Allah menghalangi dia menikmati apa yang sangat dia inginkan supaya pahala dari perasaan susahnya dapat melebur dosa maksiat yang telah dilakukan. Sehingga di akhirat kelak dia tidak memiliki dosa lagi. Orang kafir yang menginginkan ikan telah melakukan kebaikan selama hidupnya. Saat dia menginginkan sesuatu, Allah memberikannya sebagai balasan kebaikan di dunia. Supaya di akhirat dia tidak memiliki kebaikan saat memasuki neraka untuk selamanya.”
(dikutip dari kitab Tuhfatul Asyraf juz 2, hlm. 111)
Saudaraku, Saat keinginan kita tidak terwujud kita harus tetap bersabar dan tetap bersangka baik kepada Allah Azza wa Jalla. Kita tidak tahu hakikat dan hikmah yang sebenarnya. Bisa jadi itu menjadi amal kebaikan yang akan kita tuai di akhirat atau pelebur dosa maksiat yang kita lakukan...
Saudaraku, Di antara manusia ada orang-orang yang apabila datang kepada mereka kenikmatan, mereka akan merasa amat bahagia. Akan tetapi, jika kenikmatan itu berubah menjadi musibah, kegembiraan itu berubah menjadi rasa marah, sedih dan kecewa yang bercampur dalam satu perasaan, hingga mereka berkata: “Allah tidak adil.”
Sungguh seseorang yang benar-benar memahami bahwa kehidupan dunia ini merupakan tempat ujian, ia tak akan teramat sedih, marah dan kecewa pada Rabbnya akan musibah yang menimpanya hingga berkata dengan perkataan kufur seperti itu. Justru musibah itulah yang membuat ia semakin dekat pada Rabbnya.
Ia mengetahui bahwa Allah itu Maha Adil, keburukan tak pernah dinisbatkan pada-Nya. Karena itu seorang yang arif dan bijak mengetahui bahwa musibah itu adalah kebaikan baginya, akhirnya ia tak akan merasa teramat sedih hingga mencela Rabbnya.
Inilah Ibnu al-Qayyim rahimahullah, seorang ulama karismatik yang melegenda, ia patut untuk menjadi panutan. Ia pernah berkata,
ولهذا وضع الله المصائب والبلايا والمحن رحمة بين عباده يكفر بها من خطاياهم فهي من أعظم نعمه عليهم وإن كرهتها أنفسهم، ولا يدري العبد أي نعمتين عليه أعظم : نعمة عليه فيما يكره أو نعمة عليه فيما يحبه؟ وما يصيب المؤمن من هم ولا وصب ولا أذى حتى الشوكة يشاكها إلا كفر الله بها من خطاياه، وإذا كان للذنوب عقوبات -ولا بد- فكل ما عوقب به العبد من ذلك قبل الموت خير له مما بعده وأيسر وأسهل بكثير
“Oleh karena itu, Allah menjadikan musibah dan cobaan sebagai rahmat bagi hamba-hamba-Nya. Dengan musibah dan cobaan itu, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka, hal ini merupakan di antara nikmat yang paling besar terhadap diri mereka, walau jiwa mereka tidak menyukainya.
Namun hamba itu tidak mengetahui, nikmat manakah baginya yang lebih besar, nikmat yang ia benci atau nikmat yang ia suka.
Tidaklah suatu musibah yang menimpa seorang muslim, baik itu rasa sedih, rasa sakit, gangguan, bahkan duri yang menusuk kakinya, kecuali dengannya Allah akan menghapuskan kesalahannya.
Dan jika saja dosa-dosa itu memiliki hukuman-hukuman -dan itu suatu keharusan-, maka setiap hukuman yang ia dapatkan karenanya sebelum meninggal dunia akan menjadikan urusannya terasa mudah setelahnya (pada hari kiamat) bahkan dengan amat sangat-sangat lebih mudah."
(Miftaah Dari as-Sa’adah: 395)
Saudaraku, Inilah bentuk keadilan yang amat luar biasa. Kadang orang terlalu membenci musibah yang menimpa dirinya, seolah tak ada kebaikan padanya. Padahal melalui musibah itu, Allah menghapuskan dosa-dosanya, yang dengannya urusan-urusannya di hari yang amat menegangkan itu akan menjadi sangat mudah...
Saudaraku, Pada hari ketika seseorang tidak memperdulikan lagi ibu bapaknya, kakak adiknya bahkan anak-anaknya, semua aka?mementingkan dirinya sendiri. Namun, dengan musibah di dunia ini, Allah Azza wa Jalla membukakan jalan yang akan memudahkan urusannya baginya pada hari itu. Nikmat mana lagi yang lebih besar dari ini?
Maka bersabarlah,
الصبر مثل اسمه مر مذاقه لكن عواقبه أحلى من العسل
Sabar itu seperti namanya, pahit rasanya. Namun balasannya ia mengalahkan manisnya madu.
Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa berprasangka baik kepada Allah Azza wa Jalla atas segala sesuatu yang telah ditetapkan kepada kita untuk meraih ridha-Nya...
Aamiin Ya Rabb.
Wallahua'lam bishawab
(Red)

0 Komentar