Kebijakan PPKM Darurat Jawa Bali Terkesan Menghambat Putaran Perekonomian Sekaligus Ngambang


Opini - Peraturan yang telah diterapkan oleh pemerintah pusat (pempus) yakni Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat terkesan menghambat perputaran roda perekonomian Jawa Bali yang sudah mulai membaik, yang sudah diberlakukan mulai 03/07/2021 (kemarin).


Keputusan Pemerintah Pusat juga dinilai seakan-akan menyudutkan antara Pemerintah Daerah (Pemda) dengan para pedagang pasar, Swalayan, dan juga Pedagang-pedagang lainnya (warung makan, rumah makan, kafe, pedagang kaki lima, lapak jajanan), karna sudah setahun ini pandemi belum berakhir, yang mana jika keputusan pemerintah pusat tidak dilaksanakan pasti akan mendapatkan teguran dari pemerintah pusat.

Sedangkan penghasilan para pedagang pasar dan pedagang kecil yang hanya mencari sesuap nasi untuk tiap harinya demi bertahan hidup, dan itupun jarang didapati jika kerja sehari bisa untuk bertahan sampai tiga hari hingga Satu Minggu, apalagi PPKM Darurat sampai 17 hari lamanya.

Pemerintah pusat seakan-akan dengan leluasa menerapkan aturan tersebut tanpa mempertimbangkan bagaimana nasib Masyarakat menengah kebawah yang aktivitasnya dibatasi, aktivitas yang tiap harinya dibatasi selama PPKM Darurat, baik dari mobilisasi hingga perdagangan, yang seakan-akan tanpa memikirkan isi perut mereka didapatkan dari mana (makanan yang dapat dikonsumsi tiap harinya).

Sudah sewajarnya jika PPKM Darurat diberlakukan dengan lebih ketat, maka pemerintah juga memiliki kewajiban, kewajiban pemerintah yakni memikirkan bahan pangan untuk Masyarakat menengah kebawah, yang semestinya sehari sebelum diberlakukan aturan tersebut sudah tersalurkan, dan tidak hanya menerapkan aturan PPKM Darurat semata, namun juga memikirkan nasib rakyat.


Adapun poin 3 huruf c menegaskan:
c. Untuk supermarket, pasar tradisional, toko kelontong, dan pasar swalayan yang menjual kebutuhan sehari-hari dibatasi jam operasional sampai pukul 20.00 waktu setempat dengan kapasitas pengunjung 50% (lima puluh persen); untuk apotik dan
toko obat bisa buka full selama 24 jam.

4. Pusat perbelanjaan/mall/pusat perdagangan ditutup.

5. Pelaksanaan kegiatan makan/minum ditempat umum (warung makan, rumah makan, kafe, pedagang kaki lima, lapak jajanan) baik yang berada pada lokasi tersendiri maupun yang berlokasi pada
pusat perbelanjaan/mall hanya menerima delivery/take away dan tidak menerima makan di tempat (dine-in).

Dalam keputusan Poin 3 huruf c jika dilaksanakan, siapa sih yang tidak mau dagangannya laris manis, pastinya batasan 50% tidak di indahkan yang penting menjalankan dengan protokol kesehatan (Prokes), namun keputusan tersebut di timpa balik dengan Poin 4 yang menegaskan : Pusat Perbelanjaan/Mall/Pusat Perdagangan Ditutup.

Jika pusat Perbelanjaan/Mall/Pusat Perdagangan Ditutup kemudian darimana para pedagang yang disebutkan pada poin 3 huruf c dan poin 5 mendapatkan bahan baku, kebijakan tersebut serasa ngambang/tanpa ketegasan.

(Red)

Iklan mpn

Posting Komentar

0 Komentar