JUM'AT BERKAH 090 : Mengingat Dengan Kematian



Religi - Peristiwa kematian senantiasa menjadi pengingat kita untuk mengingat bahwa suatu saat kita pun pasti akan mati. Hidup dan mati ada di genggaman Allah Azza wa Jalla, tidak ada seorang pun yang bisa menghingdar dari kematian yang sudah ditakdirkan-Nya.

Kapal selam KRI Nanggala 402 yang hilang kontak dan tenggelam beberapa waktu lalu menjadi kabar duka bukan hanya keluarga awak kapal saja,tetapi duka seluruh rakyat Indonesia. Dalam Islam,ada kondisi kematian yang sangat didambakan umat Muslim adalah mati syahid,karena dijamin masuk Surga. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 

مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي الطَّاعُونِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي الْبَطْنِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَالْغَرِيقُ شَهِيدٌ

“Siapa yang terbunuh di jalan Allah, dia syahid. Siapa yang mati (tanpa dibunuh) di jalan Allah dia syahid, siapa yang mati karena wabah penyakit Tha’un, dia syahid. Siapa yang mati karena sakit perut, dia syahid. Siapa yang mati karena tenggelam, dia syahid.” 

(HR. Muslim 1915)

Dunia ini kadang tampil bagaikan berada di airport. Kita sama-sama berada di ruang tunggu ( waiting room ), menunggu jam keberangkatan (take off) menaiki pesawat yang rute perjalanannya melewati batas dunia, namun kita mesti masuk dulu melalui pintu kematian (mortality gate) yang bertugas memegang boarding pass adalah malaikat Izrail.

Barangkali jam keberangkatan setiap penumpang berbeda-beda, ada yang diberangkatkan lebih dulu ada juga yang diberangkatan belakangan sesuai jam keberangkatan pada tiket masing-masing. Demikian halnya kematian, masing-masing memiliki waktu berbeda sesuai ajalnya, meskipun tujuannya sama yakni alam akhirat.  

Karena waiting room itu berarti ruang tunggu, maka masa menunggu hanyalah masa yang sangat singkat. Seindah dan senikmat apapun masa tunggu kita di waiting room, kita tidak tidak boleh terpesona maupun tergoda karenanya dan ingin menetap selamanya di waiting room. Kita harus segera beranjak meninggalkannya ketika jam keberangkatan kita telah tiba. Demikianlah kehidupan di dunia yang hanya sementara, kita tidak boleh terpesona maupun tergoda karenanya dan ingin menetap di kehidupan dunia. Suka atau tidak suka kita akan segera pergi meninggalkan kehidupan dunia ketika ajal kita telah tiba pada gilirannya.

Dunia ini memiliki dimensi "masa tunggu" dengan berbagai permainannya yang dapat menjadikan kita lalai dan terlena. Karena itulah Islam mengajarkan kepada kita agar senantiasa menyibukkan diri dengan amal kebaikan sedemikian rupa sehingga tidak ada sedetikpun waktu tersisa lagi untuk berbuat keburukan. Betapa bahagianya orang yang sibuk dengan amal kebaikannya sehingga tidak sempat lagi untuk berbuat keburukan. Berbahagialah orang yang sibuk bermuhasabah, mengintrospeksi kekurangan diri sendiri sehingga tidak sempat melihat dan menilai kekurangan orang lain. Berbahagialah seseorang yang senantiasa memenuhi ruang relung hatinya untuk senantiasa berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla sampai tidak ada ruang tersisa untuk bisa menerima bisikan sesat dari syaitan...

Kematian tak bisa dihindari, tidak mungkin ada yang bisa lari darinya. Namun seribu sayang, sedikit yang mau mempersiapkan diri menghadapinya.

Kata ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, “Aku tidaklah pernah melihat suatu yang yakin kecuali keyakinan akan kematian. Namun sangat disayangkan, sedikit yang mau mempersiapkan diri menghadapinya.” 

(Tafsir Al Qurthubi)

Tak mungkin seorang pun dapat lari dari kematian,

قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” 

(QS. Jumu’ah: 8)

Kita harus meyakini bahwa sekuat dan sehebat apapun kekuasaan seseorang tetap saja kematian tak bisa dihindari,

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ

“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” 

(QS. An Nisa’: 78)

Semuapun tahu bahwa tidak ada manusia yang kekal abadi,

وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ

“Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad).” 

(QS. Al Anbiya’: 34)

Yang pasti adalah hanya Allah Azza wa Jalla yang kekal abadi,

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ (26) وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالإكْرَامِ (27)

“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” 

(QS. Ar Rahman: 26-27)

Lalu, dipastikan bahwa setiap jiwa pasti akan merasakan kematian,

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” 

(QS. Ali Imran: 185)

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud dengan ayat-ayat di atas adalah setiap orang pasti akan merasakan kematian. Tidak ada seseorang yang bisa selamat dari kematian, baik ia berusaha lari darinya ataukah tidak. Karena setiap orang sudah punya ajal yang pasti.” 

(Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 3: 163)

Oleh karena itu, jadilah mukmin yang cerdas,

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ : كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ : « أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ». قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ : « أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ ».

Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Yang paling baik akhlaknya.” “Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?”, ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.” 

(HR. Ibnu Majah no. 4259. Hasan kata Syaikh Al Albani)

Buya Hamka, dengan kalam hikmahnya dalam Tasawuf Modern, salah satu buku dalam tetralogi mutiara falsafah beliau, menuliskan di antara sebab orang takut menghadapi kematian; yakni diri yang tak memahami hakikat kematian; tiada menginsafi kemana hendak pergi sesudah mati; takut akan siksa di kubur hingga neraka atas dosa yang diperbuat; juga perasaan takut, lebih tepatnya sekedar sedih hati dan enggan untuk meninggalkan anak serta hartanya.

Kemudian dibagilah keadaan manusia dalam mengingat mati menjadi tiga, ada orang yang sama sekali lupa dan abai, hingga tak mengerti hakikat mati, hingga ia sendiri yang menemuinnya.

Ada yang senantiasa takut saja mengingat kematian itu sendiri dengan cemas atau gemetar sebab datangnya tak pernah mengingat umur, waktu serta keadaan.

Terakhir, adalah orang yang mengingatnya dengan akal budi dan hikmah, guna mengumpulkan sebanyak-banyak bekal jika malaikat maut datang tiba-tiba.

Golongan ketiga itulah sejalan dengan hadits yang dikisahkan Ibnu Umar di atas, di mana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; bahwa orang Mukmin yang paling utama adalah yang paling baik akhlaknya.

Orang yang cerdas adalah orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik mempersiapkan bekal untuk menghadapi kehidupan setelah kematian. Mereka itulah orang-orang yang berakal.

Penggunaan kata takut mati, akan lebih baik dan indah jika diganti dengan mengingat mati, atau dzikrul maut. Sebagai seorang yang mengimani adanya kehidupan setelah dunia, Allah Azza wa Jalla senantiasa mengingatkan kita untuk tiada takut dan bersedih hati. Kematian dunia sesungguhnya hanyalah kematian jasad, untuk selanjutnya melanjutkan hidup di alam akhirat sesuai ganjaran perbuatan sebelumnya. Senantiasa ingat mati ( dzikrul maut) akan mendorong kita untuk senantiasa memperbanyak amal shaleh.

Repost : Admin MPN.com

Silahkan dibagikan agar banyak yang  mengetahuinya,semoga mendapatkan kemudahan dan pahala amal jariyah.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda : "Barang Siapa yang menyampaikan satu (1) Ilmu saja dan ada orang yang Mengamalkannya maka walaupun yang menyampaikan sudah tiada (Meninggal Dunia), dia akan tetap Memperoleh Pahala (Jariah),"(HR. Al-Bukhari).

Semoga bermanfaat 
Barakallah Fikum
(red)

Iklan mpn

Posting Komentar

0 Komentar