JUM'AT BERKAH 033 : JANGAN BANGGAKAN NASAB, KARNA IA BUKANLAH JAMINAN

Religi - Saat Cicit Rasulullah SAW, Yaitu Ali Zainal Abidin tak Banggakan Nasab.
Ali Zainal Abidin menyatakan nasab bukan jaminan apapun.

Ali Zainal Abidin, radliyallahu ‘anhu, adalah cicit keuturunan Rasulullah SAW. Ali Zainal Abidin dikenal sebagai sosok ahli zuhud dan ilmu.

Meski dikenal berilmu tetapi tetap memposisikan diri figur bersahaja dan tidak sombong dengan garis keturunan nasab yang dimilikinya.

Pada suatu musim haji, Thawus bin Kaisan melihat cicit Rasulullah SAW Ali Zainal Abidin RA berdiri di bawah bayang-bayang Ka'bah, seperti orang yang tenggelam, menangis seperti retapan seorang penderita sakit, dan berdoa terus menerus seperti orang yang sedang terkena masalah yang sangat besar.

Setelah Ali Zainal Abidin selesai berdoa, Thawus mendekat dan berkata kepadanya. "Wahai cicit Rasulullah aku lihat engkau dalam keadaan demikian, padahal engkau memiliki tiga keutamaan yang akan bisa mengamankanmu dari rasa takut."

Ali Zainal Abidin, "Apakah itu wahai Thawus...???"

“Pertama engkau adalah keturunan Rasulullah SAW, kedua engkau akan mendapatkan syafaat dari kakekmu Muhammad SAW, dan ketiga adalah rahmat Allah SWT yang tercurah bagimu.

Ali Zainal Abidin mengatakan, "Wahai Thawus, garis keturunanku dengan Rasulullah SAW tidak menjamin keamananku setelah itu dengan firman Allah SWT:

 وَتَرَكْنَا بَعْضَهُمْ يَوْمَئِذٍ يَمُوجُ فِي بَعْضٍ ۖ وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَجَمَعْنَاهُمْ جَمْعًا 

"Kemudian ditiup lagi sangkakala, maka tidak akan ada lagi pertalian nasab di antara mereka hari itu." (QS Al-Kahfi ayat 99).

"Adapun tentang syafaat kakeku, Allah SWT telah berfirman:

 وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَىٰ

"Mereka tidak akan memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah." (AS Al-Anbiya ayat 28)

"Sedangkan mengenai rahmat Allah, Allah SWT telah berfirman:

 إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

"Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS Al-Araf ayat 56).

Thawuspun terdiam atas jawaban Ali Zainal Abidin yang sulit dibantah. Itu semua adalah gambaran ketaqwaan serta kepribadian yang agung dari seorang Ali Zainal Abidin.

AL-HABÏB adalah gelar pencapaian Kewalian tertinggi (Maqãm al-Mahbübiyah al-'Udhmã al-Musthafã ~ Kedudukan Teragung yang paling dicintai serta paling dipilih) di sisi Allãh SWT., jalur "Cinta-Kasih". 

Gelar Kehormatan Langit ini diperuntukkan khusus Kaum Pecinta Sejati-Nya sekaligus Pengasih Hakiki Rasul-Nya yang Sempurna. 

Secara bahasa, AL-HABÏB berarti "Kekasih Yang Paling Dicintai". Dan sesungguhnya yang berhak menyandang gelar termulia ini, dalam arti hakiki, hanyalah Nabi Kita Muhammad SAW. kemudian Para Pewaris Sejati-Nya yang sempurna [Al-Mursyid Al-Kãmil].

Di bawah "AL-HABÏB" adalah gelar "AL-KHALÏL", ialah "Kekasih Yang Paling Disayangi", gelar Agung ini milik Nabi Ibrahim 'Alaihis-Salãm. 

Untuk seterusnya gelar-gelar seperti habib, sayyid, syarif atau maulana merupakan salah satu ciri kaum Alawiyah keturunan Ali Zainal Abidin bin Husain bin Fatimah binti Muhammad Rasulullah SAW. Ali Zainal Abidin wafat di Madinah pada tahun 95 Hijriyah atau 713 Masehi dalam usia 57 Tahun, 34 tahun setelah kewafatan ayahnya.

Jenazahnya dimakamkan di pekuburan Al Baqi Madinah sebab tangannya Hasan bin Ali bin Abi Tholib RA. Kisah ini sebagaimana dinukilkan Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny dalam bukunya "198 Kisah Haji Wali-Wali Allah."

Untuk itu Tawadlu lah !!!
Jangan banggakan nasab dan keturunan,

Ingatlah...!!!
Yang mulia, arif dan agung adalah nenek moyangmu. Sementara anda tidak ada apa-apanya dibanding mereka.

Ingatlah...!!!
"KESUDAHAN YANG BAIK, ADALAH BAGI ORANG-ORANG YANG BERTAQWA, MAKA DARI ITU BERTAQWALAH...



Hikam abu atoilalah
(Red) 

Iklan mpn

Posting Komentar

0 Komentar