Kriteria Yang Bisa Ditambang Dan Sanksi Bagi Penambang Galian C Ilegal

Hukum Pertambangan - PENDAHULUAN
 Latar Belakang Masalah, Indonesia adalah negara yang memiliki sumber daya alam yang berlimpah merupakan kekayaan nasional. Kekayaan itu termasuk bahan galian (tambang) yang mencakup mineral dan batubara.

 Mengingat mineral dan batubara merupakan kekayaan alam yang terkandung didalam bumi merupakan sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui, pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisiensi, transparan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan serta 
berkeadilan agar memperoleh manfaat 
yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan. 

Dalam Undang-Undang Dasar 19456 pasal 33 ayat 3 yang berbunyi "bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat". Istilah hukum pertambangan merupakan 
terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu 
mining law. 

Hukum pertambangan adalah : "Hukum yang mengatur tentang penggalian atau pertambangan bijih-bijih dan mineral-mineral dalam tanah".

Penggalian atau pertambangan 
merupakan usaha untuk menggali 
berbagai potensi-potensi yang 
terkandung di dalam perut bumi. 
Kedudukan negara adalah sebagai 
pemilik bahan galian mengatur 
peruntukan dan penggunaan bahan 
galian untuk kemakmuran masyarakat 
sehingga negara menguasai bahan galian.

Tujuan penguasaan oleh negara 
(pemerintah) agar kekayaan nasional 
tersebut dimanfaatkan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat 
Indonesia.

Pemanfaatan sungai sebagai 
lokasi pertambangan pasir yang 
termasuk kedalam bahan galian 
golongan C oleh masyarakat sebagai 
mata pencaharian untuk membangun 
perkonomian masyarakat memberikan 
dampak buruk bagi daerah aliran 
sungai. 

Pertambangan rakyat merupakan suatu kegiatan yang dikelola oleh masyarakat setempat secara sederhana, karena orang luar tidak dapat diperbolehkan untuk menambang dan dalam pengelolaannya 
menggunakan alat-alat tradisional 
seperti linggis, sekop, wajan, dan talam.

Dalam implementasinya, pelaksanaan 
pertambanngan rakyat tidak dapat 
menunjang pembanganunan 
berkelanjutan sebagimana diatur dalam 
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 
tentang Perlindungan dan Pengelolaan 
Lingkungan Hidup.

Pertambangan rakyat merupakan 
kegiatan pembangunan yang didalam 
dirinya mengalami perubahan-
perubahan yang membawa dampak 
terutama pada lingkungan hidup.

Dampak yang ditimbulkan oleh 
kegiatan pengelolaan pertambangan 
memberikan manfaat dan berdampak 
negatif yang dapat mendatangkan 
resiko bagi lingkungan hidup, ekonomi, 
dan sosial-budaya masyarakat.

 Contoh : Salah satu daerah yang menjadi lokasi penambangan pasir di Provinsi Riau adalah Kabupaten Kuantan Singingi. 
Kegiatan pertambangan rakyat 
dilakukan didalam suatu wilayah 
pertambangan rakyat atau WPR. 

Kriteria untuk menetapkan WPR menurut pasal 22 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan adalah, sebagai berikut :

a. Mempunyai cadangan mineral 
sekunder yang terdapat disungai 
dan/atau diantara tepi dan tepi 
sungai.

b. Mempunyai cadangan mineral 
primer logam atau batubara dengan 
kedalam maksimal 25 (dua puluh 
lima) meter.

c. Endapan teras, dataran banjir, dan 
endapan sungai purba

d. Luas maksimal wilayah 
pertambangan rakyat adalah 25 
dua puluh lima) meter

e. Menyebutkan jenis komoditas yang 
akan ditambang. dan/atau 

f. Merupakan wilayah atau tempat 
kegiatan tambang rakyat yang 
sudah dikerjakan sekurang-
kurangnya 15 (lima belas tahun). 

Bupati atau walikota memberikan Ijin Pertambangan rakyat kepada masyarakat setempat, baik itu perseorangan, kelompok masyarakat atau koperasi. Kewenangan Gubernur dibidang pertambangan tertuang dalam 
penerbitan Surat Izin Pertambangan 
Daerah (SIPD) yang merupakan 
kewenangan pemerintah tingkat 1 
(Provinsi). 

Kongkretnya, Gubernur berwenang untuk menerbitkan Izin Usaha Pertambangan bahan galian golongan C seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1986 tentang Penyerahan Sebagian Urusan pemerintah dibidang 
Pertambangan Kepada Pemerintah 
Daerah Tingkat 1, yang meliputi 
Kebijaksanaan untuk mengatur, mengurus, dan mengembangakan usaha pertambangan bahan galian C 
sepanjang tidak terletak di lepas pantai 
dan/atau yang pengusahanya dilakukan 
dalam rangka Penanaman Modal asing. 

Berarti kewenangan Gubernur dalam 
bidang pertambangan hanya sebatas
pada bahan galian C dan itupun yang 
tidak berada di lepas pantai serta tidak 
dalam rangka penanaman modal asing.

Kegiatan usaha penambangan 
yang dilakukan tanpa izin ini dapat 
dikenakan pidana sebagaimana tertuang 
pada ketentuan pasal 158 Undang-
Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang 
Pertambangan Mineral dan Batubara, 
menyatakan bahwa: 
"Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam pasal 37, pasal 40 ayat (3), pasal 48, pasal 67 ayat (1), pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Sumber Penegakan Hukum
(editir Red)

Iklan mpn

Posting Komentar

0 Komentar